Wanita dan air mata tidak dapat dipisahkan kerana erti setitis air mata amatlah berharga dalam hidupnya. Wahai wanita, jadilah muslimah sejati yang suci dan berharga. Hiasilah peribadimu dengan akhlak yang mulia. Biarlah air mata yang mengalir itu adalah airmata suci dan diberkati Allah SWT.
Barangkali lelakilah, manusia yang paling miskin khazanah nuansa emosional. Realiti sosial secara sistematik membuat jurang yang ketat antara lelaki dengan air mata. Bahkan dalam kamus hidupnya air mata terlanjur dipersepsi sebagai ekspresi kemanjaan dan kelemahan. Tengoklah kata-kata, “Diam! Kamu laki-laki, jangan menangis.” Atau “dasar laki-laki lembik, pergi menangis dibelakang kebaya ibumu!”
Tiba-tiba setelah berumah tangga ia harus serumah dengan wanita, seorang insan yang sering memakai bahasa air mata. Pada banyak kaadaan dan situasi boleh jadi air mata itu akan mengalir terus seolah tanpa batas. Maka di situlah bermula perjalanan misteri yang penuh kejutan.
Pertama kali melihat air mata, ketika upacara ijab kabul berlangsung. Entah mengapa ada titis-titis bening merebak, membasahi mata gadis pilihannya. Susah payah ia menepis bayang-bayang hitam: “apakah wanita itu menyesal menikah denganku? Kalau tidak, mengapa harus ada air mata?” Kenapa mata si isteri sembab berlinang air ketika kepala suami berlumuran darah jatuh dari motor? Sementara ia sendiri merasa biasa-biasa saja. Mengapa matanya berkaca-kaca melepas rindu setelah lama berpisah? Sedangkan suami tertawa-tawa. Si isteri menangis setelah melahirkan bayi yang telah lama dinanti. Susah payah suami memujuk, tapi dia keras kepala. Terus menangis, hingga kemudian berhenti sendiri.
Sebagai suami pada mulanya ia belum bersedia menerjemahkan bahasa airmata dengan sempurna. Betapa rumit memikirkan secara logik untuk menerima saat wanita menitiskan airmata, sambil memeluk bayi yang demam panas. Padahal ubat penawar baru saja selesai diberikan. Apakah air mata dapat mengurangi sakit? Tapi anehnya, wanita tidak menitiskan air mata ketika suami di buang kerja, saat harus pindah dari rumah sewa, susu bayi tiada, atau dapur yang mulai jarang berasap. Isteri tidak menangis bila tiga tahun menikah belum sepasang baju baru dihadiahkan oleh suami tercinta. Atau peringatan ulang tahun perkahwinan yang disambut cukup dengan makan nasi dingin. Rumah sewa yang sering dilanda banjir. Bahkan ketika dia “terpaksa” ikut serta memeras keringat menampung ekonomi keluarga yang serba kurang.
Alhasil walaupun berumah tangga, bukannya tambah faham erti air mata bahkan membuatnya tambah bingung, hairan bercampur takut. Ternyata sungguh rumit mengurai harga air mata wanita dengan rasionalistik semata. Sebagai suami ia menyedari kewajipannya mendidik membina dan mencintai isteri. Maka mahu tidak mahu ia harus menyelami kehidupan emosional dan ciri-ciri perasaan wanita, termasuk dimensi air mata. Walau ia sesali juga mengapa tidak ada subjek di universiti "hikmah air mata"? Mana referensi, buku-buku, atau hasil penelitian yang mengkaji makna titisan halus dari pelupuk mata? Pernah ia berkira-kira dan terfikir, semua wanita memang menangis tanpa ada alasan. Syukurlah teka-teki itu terjawab oleh ensiklopedia kehidupan serta kekayaan pengalaman yang dialami selama berumah tangga. Sedikit demi sedikit mulai difahami, sebenarnya air mata wanita adalah AIR MATA KEHIDUPAN .
Air mata kekuatan, untuk melahirkan bayi dari rahimnya. Air mata kehangatan bagi bayi dalam dakapan lembutnya. Air mata yang peka dan kasih untuk mencintai dan merawat semua anak dan keluarga, dalam kaadaan apa pun, dan dalam situasi bagaimanapun. Walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa mengeluh. Padahal tak jarang orang-orang yang dicintai itu menyakiti perasaan dan melukai hatinya. Air mata ketabahan, atas kesederhanaan hidup namun tak membuatnya terasing dalam pergaulan. Apalagi sampai mengurangi husnuzhan nya terhadap Allah. Air mata ketegaran, saat rumah tangga melewati masa-masa pancaroba, atau hampir karam oleh badai dugaan. Seperti tangisan bahagia Khansa’ atas wafatnya suami dan tiga putera tercinta di medan jihad, syahid demi membela kekasih sejati: Muhammad SAW. Itulah air mata keperkasaan, pantang menyerah saat melalui masa-masa sulit. Kesusahan dan ujian itu membentuk keperibadian yang kuat dan teguh. Air mata kesucian, sebagaimana tangisan Aisyah ra ketika dituduh berselingkuh oleh kaum munafik. Sehingga menimbulkan percakapan negatif dalam kalangan umat Islam bahkan Rasul pun hampir terpengaruh. Tapi Allah maha tahu. Air mata kesucian itu dikukuhkan kebenarannya oleh al-Qur’an. Air mata yang bersumber dari mata air kehalusan perasaan ketika bersentuhan dengan hal-hal yang mengusik hati nurani. Tangisannya bukan karena kelemahan tapi menunjukkan betapa halus dan lembutnya perasaan yang ia miliki. Wanita berfikir dengan hati dan merasa dengan fikirannya.
Subhanallah! Pada usia pernikahan yang baru setahun jagung, ia telah melihat semua jenis air mata itu berkumpul pada isteri tercinta. Airmata yang menitis hinga membasahi hati. Sebagai gambaran atas ketawadhu’an, qanaah, dan istiqamahnya diri. Juga menumbuhkan ketulusan cinta yang luar biasa. Akhirnya ia berani menyatakan, “andai wanita tanpa air mata, maka dunia akan berduka cita.” Tiba-tiba si suami mula ingin belajar menangis.
Sesungguhnya wanita dan airmata tidak dapat dipisahkan. Jangan sia-siakan airmata yang mengalir dengan hal yang tidak diberkati. Jagalah kesucian airmatamu.. Sama-samalah kita renungi wahai teman.
URL
Barangkali lelakilah, manusia yang paling miskin khazanah nuansa emosional. Realiti sosial secara sistematik membuat jurang yang ketat antara lelaki dengan air mata. Bahkan dalam kamus hidupnya air mata terlanjur dipersepsi sebagai ekspresi kemanjaan dan kelemahan. Tengoklah kata-kata, “Diam! Kamu laki-laki, jangan menangis.” Atau “dasar laki-laki lembik, pergi menangis dibelakang kebaya ibumu!”
Tiba-tiba setelah berumah tangga ia harus serumah dengan wanita, seorang insan yang sering memakai bahasa air mata. Pada banyak kaadaan dan situasi boleh jadi air mata itu akan mengalir terus seolah tanpa batas. Maka di situlah bermula perjalanan misteri yang penuh kejutan.
Pertama kali melihat air mata, ketika upacara ijab kabul berlangsung. Entah mengapa ada titis-titis bening merebak, membasahi mata gadis pilihannya. Susah payah ia menepis bayang-bayang hitam: “apakah wanita itu menyesal menikah denganku? Kalau tidak, mengapa harus ada air mata?” Kenapa mata si isteri sembab berlinang air ketika kepala suami berlumuran darah jatuh dari motor? Sementara ia sendiri merasa biasa-biasa saja. Mengapa matanya berkaca-kaca melepas rindu setelah lama berpisah? Sedangkan suami tertawa-tawa. Si isteri menangis setelah melahirkan bayi yang telah lama dinanti. Susah payah suami memujuk, tapi dia keras kepala. Terus menangis, hingga kemudian berhenti sendiri.
Sebagai suami pada mulanya ia belum bersedia menerjemahkan bahasa airmata dengan sempurna. Betapa rumit memikirkan secara logik untuk menerima saat wanita menitiskan airmata, sambil memeluk bayi yang demam panas. Padahal ubat penawar baru saja selesai diberikan. Apakah air mata dapat mengurangi sakit? Tapi anehnya, wanita tidak menitiskan air mata ketika suami di buang kerja, saat harus pindah dari rumah sewa, susu bayi tiada, atau dapur yang mulai jarang berasap. Isteri tidak menangis bila tiga tahun menikah belum sepasang baju baru dihadiahkan oleh suami tercinta. Atau peringatan ulang tahun perkahwinan yang disambut cukup dengan makan nasi dingin. Rumah sewa yang sering dilanda banjir. Bahkan ketika dia “terpaksa” ikut serta memeras keringat menampung ekonomi keluarga yang serba kurang.
Alhasil walaupun berumah tangga, bukannya tambah faham erti air mata bahkan membuatnya tambah bingung, hairan bercampur takut. Ternyata sungguh rumit mengurai harga air mata wanita dengan rasionalistik semata. Sebagai suami ia menyedari kewajipannya mendidik membina dan mencintai isteri. Maka mahu tidak mahu ia harus menyelami kehidupan emosional dan ciri-ciri perasaan wanita, termasuk dimensi air mata. Walau ia sesali juga mengapa tidak ada subjek di universiti "hikmah air mata"? Mana referensi, buku-buku, atau hasil penelitian yang mengkaji makna titisan halus dari pelupuk mata? Pernah ia berkira-kira dan terfikir, semua wanita memang menangis tanpa ada alasan. Syukurlah teka-teki itu terjawab oleh ensiklopedia kehidupan serta kekayaan pengalaman yang dialami selama berumah tangga. Sedikit demi sedikit mulai difahami, sebenarnya air mata wanita adalah AIR MATA KEHIDUPAN .
Air mata kekuatan, untuk melahirkan bayi dari rahimnya. Air mata kehangatan bagi bayi dalam dakapan lembutnya. Air mata yang peka dan kasih untuk mencintai dan merawat semua anak dan keluarga, dalam kaadaan apa pun, dan dalam situasi bagaimanapun. Walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa mengeluh. Padahal tak jarang orang-orang yang dicintai itu menyakiti perasaan dan melukai hatinya. Air mata ketabahan, atas kesederhanaan hidup namun tak membuatnya terasing dalam pergaulan. Apalagi sampai mengurangi husnuzhan nya terhadap Allah. Air mata ketegaran, saat rumah tangga melewati masa-masa pancaroba, atau hampir karam oleh badai dugaan. Seperti tangisan bahagia Khansa’ atas wafatnya suami dan tiga putera tercinta di medan jihad, syahid demi membela kekasih sejati: Muhammad SAW. Itulah air mata keperkasaan, pantang menyerah saat melalui masa-masa sulit. Kesusahan dan ujian itu membentuk keperibadian yang kuat dan teguh. Air mata kesucian, sebagaimana tangisan Aisyah ra ketika dituduh berselingkuh oleh kaum munafik. Sehingga menimbulkan percakapan negatif dalam kalangan umat Islam bahkan Rasul pun hampir terpengaruh. Tapi Allah maha tahu. Air mata kesucian itu dikukuhkan kebenarannya oleh al-Qur’an. Air mata yang bersumber dari mata air kehalusan perasaan ketika bersentuhan dengan hal-hal yang mengusik hati nurani. Tangisannya bukan karena kelemahan tapi menunjukkan betapa halus dan lembutnya perasaan yang ia miliki. Wanita berfikir dengan hati dan merasa dengan fikirannya.
Subhanallah! Pada usia pernikahan yang baru setahun jagung, ia telah melihat semua jenis air mata itu berkumpul pada isteri tercinta. Airmata yang menitis hinga membasahi hati. Sebagai gambaran atas ketawadhu’an, qanaah, dan istiqamahnya diri. Juga menumbuhkan ketulusan cinta yang luar biasa. Akhirnya ia berani menyatakan, “andai wanita tanpa air mata, maka dunia akan berduka cita.” Tiba-tiba si suami mula ingin belajar menangis.
Sesungguhnya wanita dan airmata tidak dapat dipisahkan. Jangan sia-siakan airmata yang mengalir dengan hal yang tidak diberkati. Jagalah kesucian airmatamu.. Sama-samalah kita renungi wahai teman.
URL
No comments:
Post a Comment